nih aku copy satu....(berhubung karena emang baru satu bab yang jadi...wakakakaka)
Malam tanpa bulan
Riuh
rendah suara tawa yg menggema hingga jalan itu,semakin tak tahu diri,membuat bu
nyai harus melempar sebuah guling untuk pertanda.membuat mereka berdua yg
bertengkar itu diam dan segera mengambil galon air kosong untuk mengisinya.
“Rasakan!!
Dasar tukang cari masalah!!”,cibirku dari depan pintu kamar putri.
Mereka
hanya diam tak menggubris aku,hanya dengan menstater motor mereka
pergi,meninggalkan pesantren untuk mengisi air,pertanda bahaya telah
lewat,teroris telah minggat,tenanglah sudah,kedua orang itu selalu membuat
ulah. Siapa lagi kalau bukan mereka,rudi dan rifa’i.apapun macam bentuk hukuman
bukan suatu yg mempunyai efek buat mereka.untuk sadar dari tingkah mereka.
Orang
memang punya karakter yg berbeda – beda,aku tahu itu,aku pun tak bisa bilang
kalau aku sudah baik,tidak.termasuk bila memang aku juga kadang seperti itu.
“Allahu
akbar!Allahu akbar”
Azan
yg terdengar membuyarkan segala pikiranku,
“Ayo,ayo,ka!!Faliq
sudah azan Ashar!”
Cepat
cepat aku menuju kamar mandi,
“Aku
dulu ya??” potong mbak sari.
“nggak!!”
aku menjawabnya dengan ketus.huh!seenaknya aja nyerobot.
Mbak
sari hanya diam,aku tahu dalam hatinya dia merutuk,tapi aku juga diam
saja,sudah aku sebutkan kan?orang punya sifat yg berbeda – beda.apalagi dalam
satu wadah bernama pesantren,berisi anak anak bermacam – macam,ya,ini adalah
sebuah pesantren kecil,memang kecil,tapi bukan berarti kami tak bisa apa – apa,
“Allahu
Akbar!Allahu Akbar!!Asyhadu an la ilaaha illallah!Asyhadu Anna Muhammadan
Rasulullah”
Iqomat
itu membuyarkan aku yg sedang berwudhu cepat cepat aku berwudhu dan memakai
mukena
“Ayo,ayo!!”
Saat
aku sampai di musholla pak rif’an sedang mengatur barisan shaf.aku dan riska
segera membuat shaf baru.dan pak rif’an pun memulai takbiratul ihram.
“allahu
akbar”
“bismillahirrahmaanirrahiim”
“alhamdulillahi
robbil ‘aalamiin”
“arrahmaanirrahiim”
“maaliki
yaumiddiin”
“iyyaakana’budu
wa iyyakanasta’iin”
“ihdinasshiraatal
mustaqiim”
“shiraatalladziina
an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladdhaaaalliin”
“Amiin”
“haafidhuu
‘alassholawaati wa shalaatil wustha….”
Bacaku
dalam hati.Dan shalat berlangsung khusyu’,dengan lantunan kalam kalam suci
ilahi.
Mungkin
bukan hanya kami yg berada disini,mengagungkan-Mu,mungkin ada pula yg ikut
serta dalam barisan shaf ini,yg tentu saja tak terlihat mata.
“Assalamu’alaikum
warahmatullah”
Pak
Rif’an mengucapkan salam tanda shalat telah berakhir.
Dan
zikir panjang mengagungkanmu..
Terlantun
dari mulut mulut kami.
Zikir
berhenti,semua keluar satu persatu dan bersiap siap mandi
“aku
sek ka,yo?aku nomer siji!”1
“moh,moh!aku
sek!”2
Dan
suasana itu merupakan salah satu pengisi hatiku.
Kita
disini senasib sepenanggungan. Kita adalah sama.
Penuh
riuh tawa,penuh canda,kebahagiaan.
Juga
nasihat nasihat,yg entah didengarkan atau tidak. Yg jelas,saling mengingatkan.
“gage!kungkum
yo?”3
Aku
meneriaki riska yg mandi lama itu. Sudah sepuluh menit dia disana.
Dan
sore itu adalah sore yg penuh rasa hangat. Menunggu surya itu turun dari
tempatnya. Memunculkan penggantinya, bulan.
“Lihat
purnama itu”
Kataku
sambil menatap rembulan itu.
Mungkin
memang redup,tapi lebih baik begitu.
Redup
bukan berarti lemah,karena hanya dengan redup,bulan telah jelas terlihat.
Bahkan
bila bulan terlalu terang,takkan ada malam. Yg dingin,yg sejuk,yg damai.
Karena
bila tak redup,sama saja dengan siang bukan?? Lantas apa artinya malam?
Terkadang
kita hanya berpikir sesuatu itu tak berguna,mengganggu,tidak penting.
Padahal
yg salah bukan sesuatu itu,tapi pemikiran kita sendiri.
Kita
hanya berpikir dengan satu jalan pikiran,yg bila mengatakan tidak ada gunanya
berarti ya memang tak ada!
Dan
kita salah! Segala sesuatu ada gunanya,kita saja yg salah menganggap atau cuma
belum tahu apa manfaatnya. Ya kan ?
“aku
tahu” sahut rizka
“apa
jadinya malam tanpa bulan?” tanyanya lagi
Aku
hanya diam. Tentu saja sepi!
Ah,tapi
apa iya?bukannya manusia telah punya banyak lampu?
“tentu
saja kau sudah tahu,kenapa harus tanya?”
Dia
hanya diam,memandang ke atas dengan sorot kagum.
“Bukan
begitu,aku yakin kau bisa jawab,Mbak”
“Kau
mau tahu?”
Dia
berbalik memandangku,dan mengangguk.
“Aku
akan mendengarkan,katakan”
“Malam
tanpa bulan? Sama saja seperti siang tanpa matahari kan ?”
Aku
berhenti bicara sejenak,ikut mendongak ke atas.
“Semua
ada pasangannya. Ada
aturannya. Matahari untuk siang,bulan untuk malam.” jawabku
“Takkan
ada yg bisa menggantikan ciptaan Allah,apapun itu.” lanjutku
“Aku
tahu,bukan lampu – lampu itu” sahut Rizka
“Mereka
takkan bisa mengganti bulan,berapapun harganya. Jauh lebih baik bila tak ada
lampu. Itu sudah cukup. Hanya dengan bulan.”
“Kau
tahu bahasa Perancis untuk Bulan?” Tanya Rizka
“Kau
mau tahu?” godaku
“Aku
serius. Ayolah….”
“Entahlah,mungkin
Lune”
“Lune?”
“Ya,Lune”
Dan
cahaya bulan berpendar. Agaknya dia senang.
Kau
mau tahu kenapa dia senang??
Malam
melarut.
Kau
tahu apa yg mendasari pertanyaan Rizka? Dia bertanya begitu karena memang,malam
itu bulan tak tampak. Entah tertutup
awan entah karena apa.
Tapi
meski begitu,sang langit tetap anggun,dengan awan – awan putih tipis yg
menaunginya. Entah kenapa malam ini pun bintang tak tampak. Ada apa agaknya?
Malam
ini angin berhembus pelan. Membisikiku sesuatu. Aku hanya tersenyum.
Mendengarkan angin tak sejemu itu. Sungguh. Ini menyenangkan. Ya,itu tergantung,tapi aku adalah salah
seorang yg suka mendengar suara alam,atau apapun itu,yg penting bukan suara
manusia.
“Ayo
tidur” kata Rizka mengagetkanku
“Zetty
sudah menata kasurnya” lanjutnya lagi
Aku
hanya mengikuti dia dari belakang. Dan mematikan lampu lantas mengunci pintu.
Dan tidur.catatan:
1. "aku dulu ya,ka?aku nomor satu!"
2. "tidak,tidak,aku dulu!"
3. "cepatlah! berendam ya?"
0 komentar on "My Novel (part 2)"
Posting Komentar